Gairahkan Ekonomi Lewat Program UMi

18 Desember 2023
OLEH: Resha Aditya Pratama
Gairahkan Ekonomi Lewat Program UMi
Gairahkan Ekonomi Lewat Program UMi  

Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memiliki peran besar dalam ketahanan ekonomi nasional. Namun, bagi para pelaku UMKM ini terutama para pengusaha Ultra Mikro memiliki kendala terbesar dalam hal akses permodalan. Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Kementerian Keuangan hadir sebagai pengelola pembiayaan yang mudah dan cepat bagi UMKM dengan program yang bernama Pembiayaan Ultra Mikro (UMi). Uniknya, mayoritas pelaku usaha pembiayaan UMi adalah perempuan. Seperti apa peran Proram UMi dan siapa saja penerima program ini? Simak petikan wawancara Media Keuangan Plus dengan Direktur Utama PIP, Ismed Saputra, berikut ini.

 

Seperti apa Program UMi dan berapa besar alokasi pendanaan melalui APBN?

Dalam mandat tugasnya, PIP saat ini bertugas melakukan pembiayaan kepada usaha-usaha mikro. Jadi dalam KMK tersebut PIP sebagai koordinatif fund untuk pembiayaan kepada usaha mikro dan ini sudah berjalan sejak tahun 2017. Saat ini (debitur) yang sudah mengakses pembiayaan UMi berjumlah sekitar 9,4 juta orang. Tetapi yang 9,4 juta orang ini ada yang berulang, artinya dia sudah lunas, kemudian pinjam lagi. Kalau by NIK itu sekitar 7,4 juta. Artinya itu yang telah mengakses pembiayaan dari ultra mikro yang ada di PIP melalui lembaga keuangan bukan bank mitra kita. Dan yang berulang tadi selisihnya sekitar 2 jutaan, jadi total yang sudah masuk (sebagai debitur UMi) sekitar 9,4 juta.

Dari 7,4 juta (debitur) yang by NIK tadi, kalau kita lihat 96%-nya adalah perempuan, 4%-nya itu laki-laki. Jadi artinya pembiayaan ultra mikro ini lebih banyak diakses oleh kaum perempuan. Karena memang dari skema yang ada saat ini yang kita saluran itu maksimal Rp20 juta dan rata-rata yang mengakses pinjaman itu rata-rata di Rp5 jutaan. Jadi biasanya ini adalah para ibu rumah tangga atau ibu-ibu yang ingin menambah penghasilan atau mungkin memang itu penghasilan utamanya untuk kebutuhan hidup.

Saat ini PIP sudah menjangkau 509 kabupaten/kota, artinya di seluruh provinsi sudah ada, namun saat ini masih didominasi di pulau Jawa. Karena kalau kita lihat sebaran penduduk, di pulau Jawa itu memang penduduknya lebih banyak jadi komposisi (penduduknya) berdampak pada presentasi penyaluran yang lebih besar di pulau Jawa. 

Dari APBN, PIP sudah memperoleh sekitar Rp10 triliun dana pengelolaan. Tetapi dana kelolaan ini diperoleh secara bertahap. Jadi pertama kita berdiri di 2017, dana kelolaan yang diterima sebesar Rp1,5 triliun, lalu bertambah Rp 1 triliun, dan terakhir tahun 2021 kita memiliki dana kelolaan sebesar Rp10 triliun. Saat ini dari dana pengelolaannya tersebut sudah kita gulirkan kepada masyarakat senilai Rp35 triliun. Jadi sudah berputar senilai Rp35 triliun dari nilai yang kita kelola sebesar Rp10 triliun.

 

Bagaimana Bapak melihat fenomena debitur UMi sebanyak 96%-nya adalah dari kaum perempuan?

Dalam pembiayaan ultra mikro ini (UMi) yang disalurkan melalui lembaga keuangan non bank yang bersifat group lending, ada yang langsung, ada juga yang melalui kelompok-kelompok, biasanya memang didominasi oleh kaum perempuan. Karena dalam pembiayaan yang sifatnya group lending, ultra mikro ini memang sangat pas dengan aktivitas perempuan. Seperti contoh kalau ibu-ibu rumah tangga punya usaha, sifat dari uang ini kan dipinjam, bunga cicilannya bayarnya didatangi, mereka dikumpulkan. Jadi tidak menyita waktu dan mereka tetap bisa berusaha, menjalankan aktivitasnya, dan waktunya juga tidak tersisa untuk pergi membayar pengembalian, dan seterusnya. Jadi memang ini didominasi oleh kaum perempuan. Selain itu, karena nilai (pinjamannya) maksimal 20 juta dan ini memang untuk usaha yang di bawah mikro (atau) ultra mikro yang banyak dilakukan oleh kaum perempuan karena sebagai penambah penghasilan, yang kedua memang untuk kebutuhan hidupnya, aktivitasnya. 

Sejauh mana evaluasi program penyaluran UMi?

Dari hasil evaluasi, kita memang masih perlu memperluas jangkauan (program) di luar pulau Jawa untuk memperluas akses pembiayaan ke masyarakat. Jadi sebetulnya PIP ini adalah bagian dari program inklusi keuangan untuk memberikan akses pembiayaan formal bagi masyarakat di seluruh Indonesia. Ini yang kita lihat perlu kita kembangkan di luar pulau Jawa secara masif. Karena memang berdasarkan data, jangkauan kita memang sudah luas, tetapi belum masif di daerah-daerah di luar Jawa.

Yang kedua terkait dengan pembiayaan yang kita lakukan, sebetulnya ada hal yang masih belum terlayani. Karena dari saat ini ketentuan plafonnya maksimal Rp20 juta, walaupun rata-rata pinjaman adalah Rp5 juta sampai Rp10 juta, tetapi sebetulnya ada yang di luar (plafon) itu yang belum terlayani yang pembiayaannya tidak Rp20 juta (di atas Rp20 juta), terutama di sektor pertanian. Ini hasil evaluasi kita yang perlu ke depan kami kembangkan terkait tugas dari PIP tersebut.

 

Seperti apa peran perempuan dalam mendukung kemajuan pembangunan Indonesia?

Kalau menurut pandangan kami, peran perempuan sangat strategis dalam mendukung kemajuan pembangunan bangsa. Kenapa? Perempuan itu memiliki peran membangun keluarga dan membangun keluarga adalah sendi dari kemajuan suatu bangsa. Artinya perempuan memiliki peran strategis dalam membangun ketahanan ekonomi nasional.  Kalau perempuan itu berdaya, dia bisa memiliki usaha atau membantu nafkah utama di keluarga. Paling tidak itu bisa membangun kesejahteraan di tingkat keluarga dan berdampak pada kesejahteraan kita secara nasional. Artinya masyarakat kita bisa mengakses pendidikan, bisa menyekolahkan anak, bisa sehat, tidak stunting.

Yang kedua berdasarkan data dari UN Women dari laporan “Global Gender Gap Report” (2023) masih terdapat kesenjangan untuk partisipasi dan kesempatan ekonomi. Perempuan membutuhkan waktu 169 tahun untuk mencapai kesetaraan di ranah partisipasi dan kesempatan ekonomi karena banyak di berbagai tempat partisipasi perempuan belum terakomodir. Ini sebetulnya peran dari pemerintah. Kami salah satunya di PIP Kementerian Keuangan akan memperluas jangkauan akses pembiayaan formal bagi masyarakat, khususnya bagi kaum perempuan yang ingin membangun ekonomi keluarga. Ini sebetulnya bagian dari membangun ekonomi nasional, dari rumah tangga-rumah tangga yang sejahtera yang ekonominya baik akan berdampak pada perekonomian secara nasional.

 

Tantangan apa saja yang dihadapi PIP dalam penyaluran program UMi?

Tantangan PIP dalam menjalankan program saat ini yakni terkait dengan memperluas jangkauan. Saat ini jangkauan kita masih pada lembaga keuangan non bank yang berafiliasi dengan pemerintah. Saat ini proses pembiayaan itu belum dapat kami lakukan ke seluruh lembaga sebagai contoh ada di beberapa daerah, lembaga keuangannya berbentuk BUMD, tapi tidak di bawah penguasaan BKS. Ini menjadi tantangan buat kami ke depan.

Kedua, terkait mitra lembaga keuangan bukan bank. Di Indonesia, memang terdapat banyak koperasi yang sifatnya simpan pinjam. Tetapi kami ada persyaratan atau kriteria yang dapat menjadi mitra penyalur kita. Untuk mencari yang NPL-nya di bawah 5 itu kadang agak sulit dan sebetulnya apa yang dialami beberapa koperasi atau lembaga keuangan bukan bank (NPDL-nya) itu fluktuatif. Bisa 5, mungkin di bawah 5, atau mungkin naik dari 5. Ini mungkin menjadi tantangan buat kami tentang bagaimana PIP bukan hanya menyalurkan pembiayaan saja, namun juga membantu bagaimana lembaga-lembaga itu bisa berafiliasi dengan pemerintah dalam mengelola keuangannya. Sehingga begitu mereka sudah mulai baik kondisinya, mereka bisa bekerja sama dengan PIP. Ini menjadi tantangan bagi PIP dalam mendorong lembaga keuangan bukan bank tadi untuk bisa mengakses pembiayaan dari PIP. Makanya kita siapkan lembaga itu supaya dokumennya, tata kelolanya baik sehingga dia bisa menjangkau dan bekerja sama dengan PIP untuk menyalurkan pembiayaan.

Yang menjadi tantangan lain adalah bagaimana menekan lending rate kepada masyarakat. Bagaimana masyarakat punya akses pembiayaan di sektor keuangan formal yang tingkat suku bunganya rasional. Jadi artinya masyarakat punya pilihan. Kalau saya pinjam di sini, bunganya tinggi, kalau melalui lembaga yang disalurkan PIP tingkat suku bunganya bukan lebih rendah, namun terjangkau atau wajar. Intinya, di PIP ada rasionalisasi tingkat suku bunga, artinya masyarakat punya pilihan. Berarti kalau misal bekerja sama melalui pembiayaan lembaga ini, berarti bunganya bisa lebih rendah dari yang lain. Itu yang menjadi tantangan PIP saat ini, bagaimana menekan tingkat suku bunga di masyarakat.

 

Apa harapan Bapak terhadap peran PIP ke depannya?

Kami dari PIP berharap membenahi dari sisi internal kita, baik itu membangun infrastruktur IT, SDM kita. Karena kami berhadap ke depan kami bisa menjangkau lapisan masyarakat yang belum terlayani tadi sebagai contoh sektor pertanian yang sebetulnya membutuhkan plafon di atas 20 juta. Ini yang mau kita perluas ke depan sehingga seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan bidang usahanya, mereka dapat memiliki akses pembiayaan formal dari pemerintah.

Dari data UN Women itu kan 40% itu butuh bertahan hidup, 19% itu tidak ingin berkembang, pokoknya sudah stabil saja. Irisannya itu ada sekitar 12%, atau sekitar 15%, mereka punya usaha, tapi tidak pernah ikut pelatihan. Jadi artinya orang yang di kondisi stabil tadi, mereka memiliki usaha namun tidak mau berkembang dan tidak pernah ikut pelatihan artinya berjalan saja. Sehingga masih ada ruang bagi PIP untuk mengembangkan kaum perempuan yang mengakses pembiayaan kita yang 15% untuk kami berikan pendampingan dan pelatihan. Inilah salah satu program PIP. Jadi PIP tidak hanya memberikan pembiayaan. Dari keuntungan yang kita dapat, kita gunakan juga untuk membangun awareness kepedulian, membangun masyarakat untuk bisa memiliki usaha, menopang usaha keluarganya, dan harapannya berdampak pada ekonomi negara secara lebih besar lagi.