Jaga Lingkungan Hidup, APBN Lindungi Masa Depan

17 November 2023
OLEH: Reni Saptati D.I.
Jaga Lingkungan Hidup, APBN Lindungi Masa Depan. Foto oleh Irfan Bayu.
Jaga Lingkungan Hidup, APBN Lindungi Masa Depan. Foto oleh Irfan Bayu.  

Derai hujan mulai meramaikan berbagai daerah di Indonesia pada November ini. Fenomena tersebut sesuai dengan prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebelumnya yang menyebut Indonesia memasuki musim hujan bulan November 2023. Curah hujan diperkirakan akan mencapai puncaknya pada Januari-Februari 2024. Prediksi ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan pola curah hujan. Musim hujan di Indonesia mundur dari waktu biasanya.

Perubahan pola curah hujan terjadi di antaranya karena pengaruh perubahan iklim global dan kerusakan lingkungan hidup. Saat ini bahkan tak hanya pergeseran musim hujan yang kita rasakan karena dua hal tersebut. Peningkatan frekuensi bencana alam seperti banjir dan kekeringan, penurunan kualitas udara, serta peningkatan suhu global menjadi berbagai fenomena lain yang tak asing lagi bagi kita.

Pemerintah Indonesia memberikan perhatian besar terhadap isu lingkungan hidup. Pelestarian lingkungan hidup adalah bagian dari tujuan bernegara yang termaktub dalam pembukaan konstitusi. Melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia bukan hanya melindungi masyarakat, melainkan termasuk melindungi wilayah, habitat, serta kekayaan alam Indonesia. Kebijakan pembangunan sudah mengarah ke pembangunan berwawasan lingkungan, misalnya dengan mengimplementasikan ekonomi hijau.

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup Joko Tri Haryanto kepada Media Keuangan mengungkapkan, dalam perspektif kebijakan publik terdapat empat hal yang dijalankan pemerintah Indonesia untuk melestarikan lingkungan hidup. Keempatnya meliputi komitmen dan regulasi, tata kelola, model bisnis, dan mekanisme pendanaan.

Menurut Joko, terkait dengan regulasi, pemerintah telah memiliki kelengkapan regulasi untuk melindungi lingkungan hidup, mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan daerah, hingga peraturan teknis. Dari sisi komitmen, Joko menyatakan komitmen pemerintah juga sangat baik. Indonesia berkomitmen mencapai target Nationally Determined Contributions (NDC) berupa penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan usaha sendiri, dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030.

“Misal kita bandingkan dengan negara lain, target komitmen NDC pemerintah 2030 itu setara dengan target penurunan emisi Amerika Serikat. Ini luar biasa,” tutur Joko.

Selanjutnya, pemerintah melakukan perbaikan tata kelola melalui perbaikan regulasi antarpelaku, baik pemerintah dengan korporasi, pemerintah dengan masyarakat, pemerintah dengan internasional, korporasi dengan korporasi, maupun masyarakat dengan korporasi.

“Pembentukan BPDLH menjadi wujud nyata komitmen pemerintah untuk melakukan perbaikan tata kelola,” ungkap Joko.

Selain wujud komitmen dalam perbaikan tata kelola, pembentukan BPDLH juga menjadi salah satu kunci dalam perbaikan mekanisme hubungan model bisnis. Menurut Joko, model bisnis dapat dibangun dengan baik setelah regulasi dan tata kelola diperbaiki.

“Ketika kelembagaannya sudah di-setting, tata kelola diperbaiki, aturan mainnya jelas, maka model bisnisnya juga bisa dibangun dengan baik. Bagaimana kolaborasi antara pemerintah dengan pelaku swasta, bagaimana mekanisme hubungan timbal balik antara pemerintah dengan masyarakat, kemudian bagaimana pemerintah juga aktif dalam pergaulan internasional melalui mekanisme yang dijalankan oleh BPDLH,” jelas Joko.

Poin terakhir yang menjadi fokus Joko terkait kebijakan publik di bidang pelestarian lingkungan hidup adalah mekanisme pendanaan. Dalam sudut pandang konvensional, kapasitas pendanaan pelestarian lingkungan hidup hanya didasarkan pada seberapa besar kapasitas pendanaan APBN. Namun, kapasitas pendanaan APBN tidak mampu membiayai semua target komitmen pemerintah.

Joko menjelaskan bahwa kapasitas pendanaan APBN untuk mencapai target NDC 2030 tidak lebih dari 34 persen setiap tahun. Sementara itu, kebutuhan total NDC 2030 sekitar Rp4.000 triliun. Secara penghitungan sederhana, Joko menyebut kapasitas pendanaan APBN adalah sekitar Rp1.200 triliun. Kapasitas pendanaan APBN masih sangat terbatas dan  jauh dari kebutuhan pendanaan keseluruhan.

“Artinya, masih ada gap yang besar. Gap itu yang harusnya ditutup bukan dengan mem-push dana APBN semata, tapi bagaimana APBN yang sebesar 34 persen itu mampu menarik masuknya dana-dana yang sifatnya nonpublik,” terang Joko.

Ia menggarisbawahi pentingnya peran pemerintah dalam mengakselerasi masuknya dana-dana nonpemerintah, baik itu swasta, filantropi, multilateral, multilateral development banks (MDBs), bilateral, community, akademia, dan lain-lain. APBN menjadi katalisator yang mendorong masuknya dana-dana non pemerintah.

infografis : Aditya Wirananda

Dukung lingkungan hidup berkelanjutan

BPDLH menjadi bagian penting dalam konstelasi mendorong masuknya dana-dana nonpublik untuk mendukung lingkungan hidup berkelanjutan. Lembaga yang berdiri pada 2019 ini berfungsi sebagai badan penaung dan penyalur beberapa sumber pendanaan lingkungan hidup agar dapat digunakan melalui berbagai instrumen di berbagai sektor.

Sektor yang dapat memperoleh pendanaan dari BPDLH di antaranya kehutanan, energi dan sumber daya mineral, perdagangan karbon, jasa lingkungan, industri, transportasi, pertanian, kelautan, dan perikanan. BPDLH mengalirkan dan mendistribusikan dana lingkungan dan iklim sebagai upaya mendukung visi Indonesia dalam mempertahankan fungsi lingkungan serta mencegah pencemaran dan degradasi lingkungan.

“BPDLH tidak bertarung di domestik. BPDLH bertarung membawa nama baik Indonesia, membawa nama pemerintah untuk bisa mendapatkan dana-dana global yang sudah dijanjikan di awal,” kata Joko.

Hingga saat ini, BPDLH sudah mengelola dana sekitar 1500 juta USD atau setara Rp23 triliun yang kemudian dibagi menjadi beberapa jendela pembiayaan. Dari total dana yang dikelola, 70 persen di antaranya masih dominan dari sektor berbasis lahan, khususnya kehutanan. Joko mengakui hal tersebut sebagai sebuah tantangan, pihaknya terus berupaya untuk dapat menyeimbangkan komposisi antarsektor dari dana kelolaan yang ada di BPDLH.

“Kita sedang masif mengejar dana-dana blue, dana-dana maritim, kemudian dana-dana perikanan, konservasi, dan lain-lain supaya ada perimbangan dana kelolaan tidak melulu bicara sektor kehutanan, tapi juga mulai masuk ke isu maritim, energi, transportasi, pertanian, dan industri,” ungkap Joko.

Sejak tahun 2014, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerapkan sistem penandaan anggaran perubahan iklim. Sistem tersebut merupakan suatu upaya untuk mendukung pengelolaan anggaran perubahan iklim agar lebih terukur. Sistem ini juga mampu melacak alokasi anggaran mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta menyajikan data kegiatan, output, dan besaran anggaran yang dialokasikan pemerintah.

“Mitigasi perubahan iklim bertujuan untuk menurunkan dampak kerusakan yang sudah muncul. Sementara, adaptasi berarti kita beradaptasi dengan kondisi yang sudah baru, yang sudah mungkin terlanjur rusak,” tutur Joko.

Alokasi dana internasional untuk kegiatan mitigasi masih lebih besar dibandingkan untuk adaptasi. Menurut Joko, hal tersebut tak lepas dari kegiatan mitigasi perubahan iklim yang sudah menjadi hal familiar bagi berbagai kalangan, sementara kegiatan adaptasi perubahan iklim masih menghadapi banyak tantangan. Kegiatan mitigasi perubahan iklim memiliki tolak ukur yang jelas, misalnya penurunan emisi gas rumah kaca, konversi dari pembangkit listrik berbasis fosil menjadi berbasis renewable energy, atau pergeseran transportasi pribadi menjadi transportasi umum.

Joko berpendapat, dengan karakteristik wilayah Indonesia, seharusnya isu adaptasi perubahan iklim lebih dominan daripada isu mitigasi. Isu yang menjadi bagian dari kegiatan adaptasi di antaranya kesehatan pemukiman dan infrastruktur, ketahanan pangan, keanekaragaman hayati ekosistem hutan, serta pesisir dan pulau-pulau kecil.

“Menjadi tantangan global untuk menyejajarkan persentase alokasi dana adaptasi supaya sejajar dengan mitigasi. Ini juga berimbas pada alokasi dana BPDLH yang memang mayoritas masih dominan dana untuk mitigasi dibanding adaptasi. Namun, kami terus mendorong masuknya dana adaptasi,” tegas Joko.

Eco office wujud Kemenkeu peduli bumi

Kepedulian Kemenkeu terhadap lingkungan hidup juga ditunjukkan dengan penerapan program eco office. Program yang bertujuan untuk mewujudkan kantor ramah lingkungan ini juga menjadi bagian dukungan Kemenkeu untuk mencapai net zero emission tahun 2060 dan menciptakan ekonomi digital ramah lingkungan. Tak hanya itu, selain tetap menguatamakan kinerja prima, aktivitas kerja di lingkungan Kemenkeu juga memperhatikan peningkatan kualitas lingkungan hidup, kesehatan, dan kenyamanan lingkungan kerja melalui perubahan perilaku sehari-hari seluruh pegawai.

Kepala Subbagian Pengelolaan Bangunan dan Lingkungan Sekretariat Jenderal Kemenkeu I Dewa Gede Eka Dharma Eka Yudha menjelaskan eco office secara resmi mulai diterapkan di Kemenkeu sejak diterbitkannya Surat Edaran Nomor 6 Tahun 2019.

“Kita ingin pegawai Kemenkeu memberikan kontribusi terhadap lingkungan,” ungkap Dewa.

Dalam surat tersebut, Menteri Keuangan mengeluarkan imbauan kepada seluruh pejabat dan pegawai di lingkungan Kemenkeu untuk melakukan lima tahapan penting, yaitu pengurangan sampah plastik dan kertas, penghematan energi listrik, penghematan penggunaan air, kebersihan/kenyamanan ruang kerja, dan pengelolaan sampah.

Eco office mengadopsi hal-hal tersebut untuk memastikan bahwa kantor kita memiliki jejak karbon atau polusi yang lebih rendah dibandingkan dengan sebelumnya,” ujar Dewa.

Dewa menilai implementasi pengurangan sampah plastik dan kertas di lingkungan Kemenkeu berjalan dengan sangat baik. Kampanye untuk mengurangi konsumsi botol plastik terus digalakkan. Implementasi aplikasi persuratan digital Nadine juga sangat berdampak pada pengurangan konsumsi kertas di lingkungan Kemenkeu.

“Terkait penghematan energi listrik, sejumlah ruangan sudah menggunakan sensor gerak sehingga alat listrik yang tidak digunakan akan mati secara otomatis. Terkait penghematan air, kita mengimplementasikan recycling air,” terang Dewa.

Penataan ruang kerja melalui konsep ruang activity based workplace (ABW) telah diterapkan dan digunakan oleh pegawai. Salah satu tujuan dari konsep ABW yaitu meningkatkan efisiensi penggunaan energi gedung. Selanjutnya, upaya pengelolaan sampah antara lain dalam bentuk pemilahan tempat sampah juga sudah diterapkan di area kantor pusat Kemenkeu.

Kemenkeu memasang target penghematan energi sebanyak 5-10 persen. Berbagai langkah nyata Kemenkeu merawat bumi ini juga mendapat apresiasi. Kemenkeu telah meraih Subroto Awards Tahun 2022 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, untuk gedung pemerintah pusat yang paling hemat energi, dan Most Zero Waste to Landfill Tahun 2022 dari Waste4Change. Kemenkeu memasang target penghematan energi sebanyak 5-10 persen.

“Kita usahakan konsumsi energi tidak terlalu berlebihan, kalau bisa berkurang. Namun, bukan dalam artian kita mengurangi kenyamanan pengguna gedung, tetapi kita efisienkan. Oleh karena itu, walaupun jumlahnya masih kecil kita sudah tambahkan panel surya dan sensor di cuci tangan untuk mengurangi konsumsi energi,” terang Dewa.

Penerapan eco office tidak hanya berhenti sampai di situ. Dewa menjelaskan ke depannya pihaknya akan menjalin kerja sama lebih erat dengan berbagai komunitas di lingkungan Kemenkeu untuk bersama lebih peduli lingkungan. Selain itu, Dewa juga berencana untuk melakukan sosialisasi peduli bumi yang lebih masif ke unit-unit kantor vertikal Kementerian Keuangan di berbagai daerah. Ia berharap upaya peduli lingkungan hidup yang sudah diterapkan di lingkungan kantor pusat juga dapat diikuti dengan baik oleh rekan-rekan di daerah.

Bayangkan lima generasi ke depan

Dewa menyatakan saat ini penerapan poin-poin eco office sudah menjadi kesadaran banyak pegawai Kemenkeu. Ia berharap, para pegawai Kemenkeu tak hanya menjadi pelaku di kantor, tetapi juga mampu menjadi promotor peduli lingkungan di rumahnya masing-masing. Ia meyakini kebiasaan baik pegawai menerapkan eco office berupa pengurangan sampah, penghematan listrik dan air, serta pengelolaan sampah bisa berlangsung di luar kantor.

“Apa yang kita terapkan di sini, bisa diterapkan di rumah,” ucap Dewa optimistis.

Ajakan peduli lingkungan hidup juga disampaikan Direktur Utama BPDLH Joko Tri Haryanto. Ia mengajak kita untuk memikirkan bagaimana generasi penerus kita di masa depan, apakah mereka mampu menikmati lingkungan hidup seperti yang saat ini kita rasakan.

Menurut UUD 1945, masyarakat wajib menikmati kualitas lingkungan hidup yang baik dan berkelanjutan. Kita bayangkan lima generasi ke depan. Kalau generasi saat ini tidak peduli dengan lingkungan, tidak peduli dengan keanekaragaman hayati kita, maka lima generasi ke depan hanya melihat harimau dari kalender atau YouTube karena harimaunya sudah punah. Itu tentu suatu kondisi yang sangat tragis,” ujar Joko.

Manusia sebagai penghuni bumi perlu menjaga tanggung jawab merawat bumi dengan sebaik-baiknya. Saat ini menjadi PR bersama berbagai pihak, bagaimana menciptakan keseimbangan agar pembangunan dan manusia tetap tumbuh, tetapi lingkungan hidup tetap terjaga.


Reni Saptati D.I.