Keyakinan Anas Anwar Menantang Keterbatasan, Kisah Awardee LPDP Universitas Indonesia

2 Januari 2024
OLEH: Irfan Bayu
Keyakinan Anas Anwar Menantang Keterbatasan, Kisah Awardee LPDP Universitas Indonesia
Keyakinan Anas Anwar Menantang Keterbatasan, Kisah Awardee LPDP Universitas Indonesia  

Setiap manusia pasti memiliki masalahnya masing-masing. Bukan sedikit atau banyaknya masalah yang mencerminkan kualitas dari pribadi seseoarang, namun seberapa tinggi dia terbang setelah masalah itu menghempaskannya ke tanah. Anas Anwar Nasirin adalah salah satu penerima beasiswa LPDP Afirmasi Prasejahtera yang saat ini sedang menimba ilmu di Universitas Indonesia. Keterbatasan ekonomi, kehilangan ayah, dan harus tinggal di panti asuhan selama hampir separuh hidupnya tak membuatnya putus asa, namun menjadi motivasinya untuk bisa memotong rantai kemiskinan dan kebodohan dalam keluarganya melalui pendidikannya saat ini.

Hampir separuh hidupnya Anas habiskan di panti asuhan dan pondok pesantren yatim piatu.  (Foto: Dok. Pribadi)

Panti Asuhan

Anas Anwar Nasirin lahir di Desa Sindangjaya Kecamatan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 1997. Anas, begitu orang memanggilnya, terlahir dari keluarga dengan ekonomi yang tidak begitu bagus. Ayahnya adalah pedagang topi dan peci. Namun ayahnya mengidap sakit jiwa pada tahun 2005, dan pada tahun 2010 Anas harus rela kehilangan sosok ayahnya itu. Sedangkan ibunya adalah buruh tani, namun sempat terkena stroke ringan yang berakibat tidak bisa bekerja.

Tahun 2009 Anas memutuskan untuk tinggal di panti asuhan, tujuannya agar dia bisa bersekolah. Hampir separuh hidupnya Anas habiskan di panti asuhan dan pondok pesantren yatim piatu. Anas selalu ingin bersekolah, selepas SD ketika ibunya berfikir untuk apa melanjutkan sekolah dan lebih menginginkan anaknya untuk bekerja, Anas tak mau menyerah, dan dengan dibantu tetangganya dia mendaftar di salah satu panti asuhan.

“Dan akhirnya tanggal 10 Juli tepatnya hari Jumat tahun 2009 saya berangkat ke Panti Asuhan Ar-Rasyid Subang. Di Panti Asuhan Ar-Rasyid Subang saya tempuh sampai tahun 2012. Dan dari tahun 2012 hingga tahun 2015, saya tinggal di Pondok Pesantren Yatim Piatu dan Dhuafa Darul Inayah. Dan dari tahun 2015 sambil berkuliah di Unpad, saya tinggal di Panti Asuhan Riyatul Jannah,” ucap putra sulung dari tiga bersaudara itu.

Harus pergi sendiri ke panti asuhan di umur 10 tahun dan ditinggal ayah saat masih di umur 12 tahun, menjadikan Anas menahan beban berat untuk mengisi kekosongan posisi kepala keluarga. (Foto: Dok. Pribadi)

Beban Berat

Harus pergi sendiri ke panti asuhan di umur 10 tahun dan ditinggal ayah saat masih di umur 12 tahun, menjadikan Anas menahan beban berat untuk mengisi kekosongan posisi kepala keluarga. “Momen terberat yang pada saat itu saya rasakan yang pertama kan hanya ada seorang Ibu yang membesarkan kami bertiga. Itu untuk makan saja kami sangat susah. Ditambah dengan Ayah yang sakit jiwa, hal itu juga sangat menjadi tekanan bagi kami begitu,” terang Anas. Untungnya masih ada neneknya yang membantu keluarganya untuk sekadar makan.

Judgemental di tengah masyarakat juga sangat kental dirasakan Anas. “Saya di kelas itu di SD dari 24 siswa, saya ranking ke-22. Karena adanya stigma mungkin karena orang tua saya tidak berpendidikan dan tidak mampu sehingga ada stigma ya saya bodoh gitu. Padahal, saya tidak seperti itu,” jelasnya. Perundungan dari teman atau lingkungan sekitarnya juga sudah menjadi makanan hariannya, “Bullying itu adalah hal yang, kalau dibilang kenyang mungkin sudah sangat kenyang ya. Tapi saking seringnya mungkin hal itu tidak terlalu begitu saya pedulikan,” kata Anas sambil tersenyum.

Balada kisah Anas mencapai babak baru ketika dia lulus dan diterima di Universitas Padjajaran melalui jalur SBMPTN dari beasiswa Bidikmisi pada tahun 2015. (Foto: Dok. Pribadi)

Lembaran Baru

Balada kisah Anas mencapai babak baru ketika dia lulus dan diterima di Universitas Padjajaran melalui jalur SBMPTN dari beasiswa Bidikmisi pada tahun 2015. Dia memilih untuk mempelajari sejarah di Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya di Padjajaran. Anas tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu, dia aktif dalam bidang akademik maupun non-akademik di lingkungan kampus. Uang saku dari beasiswanya, ia gunakan untuk mengikuti berbagai lomba dan membuahkan beragam prestasi. Terbukti dengan didapatkannya Penghargaan Mahasiswa Berprestasi tahun 2017 dari Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran. Di luar kampus, Anas juga aktif dalam organisasi dan beberapa kali menjadi narasumber di berbagai kegiatan.

Anas pun adalah manusia yang memiliki batasan, tekanan bertubi-tubi pada dirinya mengakibatkan stres dan berpengaruh pada imun tubuhnya. Pada 2018 Anas yang harus bolak-balik menengok adiknya serta proses penyelesaian skripsinya yang membuatnya harus begadang membuatnya terkena cerebral palcy. Wajahnya menjadi tak simetris, dan sulit untuk tersenyum. Bahkan selama beberapa waktu mata kirinya tak bisa berkedip, dampaknya jelas pada mental Anas. Namun setelah  pengobatan rutin selama setahun, Anas  perlahan kembali pulih.

Setelah menyelesaikan pendidikan sarjananya, Anas ditawari untuk melanjutkan ke jenjang magister ke Brunei Darussalam oleh salah satu dosennya. Namun pada saat itu Anas menolak dengan alasan ingin menunaikan kewajibannya terlebih dahulu untuk mengabdi di Pondok Pesantren Yatim Piatu dan Dhuafa Darul Inayah yang telah membantunya selama ini. Anas ikut mengajar di kelas dan membantu adik-adik di sana dalam kegiatan di pesantren. Anas ingin mereka juga bisa diterima di perguruan tinggi seperti dirinya. Hingga 2021 Anas memutuskan kembali ke Tasikmalaya karena kondisi ibunya yang sedang sakit.

Anas akhirnya diterima dan saat ini tengah berkuliah di program Magister Ilmu Sejarah di Universitas Indonesia. (Foto: Dok. Pribadi)

Ilmu Sejarah

Setelahnya Anas mencoba peruntungannya untuk mendaftar beasiswa LPDP. Bukan hal yang tiba-tiba, sebenarnya sedari 2017 Anas sudah mengincar untuk dapat melanjutkan kuliahnya. Lalu pada 2022, Anas dengan dibantu orang-orang baik di sekitarnya memberanikan diri untuk mendaftar. Walaupun track record prestasinya tak diragukan, Anas sadar dia juga memiliki kekurangan khususnya di Bahasa Inggris.

“Kendala yang saya hadapi pada saat itu yaitu dalam rendahnya kemampuan bahasa Inggris. Namun saya berkeyakinan bahwa saya harus mencobanya dan harus menyelesaikan proses ini karena memang ini yang menjadi target saya untuk menjadi awardee LPDP dan bisa melanjutkan studi pada jenjang magister,” ucap Anas. Motivasinya adalah ingin bisa mengangkat derajat keluarga, dan Anas yakin itu semua bisa diwujudkan melalui jalur pendidikan.

Anas akhirnya diterima dan saat ini tengah berkuliah di program Magister Ilmu Sejarah di Universitas Indonesia, “Saya mengambil Ilmu Sejarah karena sejarah merupakan keilmuan yang sangat penting untuk kehidupan manusia, khususnya kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada saat ini pengkajian sejarah semakin terspesialisasi melalui perdebatan dan juga pengkajian fakta-fakta kehidupan di masa lalu,” terangnya. Impian besarnya adalah bisa menjadi sejarawan di bidang politik Islam, migrasi dan ketenagakerjaan.

Selain disibukkan dengan kegiatan perkuliahan, Anas bersama rekannya, Yusuf Ridwansyah, mendirikan “The Prospektive LPDP”, yaitu organisasi yang membantu alumni bidikmisi dan alumni panti asuhan untuk bisa mendaftar beasiswa LPDP.  (Foto: DOk. Pribadi)

The Prospektive

Selain disibukkan dengan kegiatan perkuliahan, Anas bersama rekannya, Yusuf Ridwansyah, mendirikan “The Prospektive LPDP”, yaitu organisasi yang membantu alumni bidikmisi dan alumni panti asuhan untuk bisa mendaftar beasiswa LPDP. “Kami berdua tahu bahwasanya teman-teman di panti asuhan ini memiliki ketakutan yang besar untuk mendaftar beasiswa LPDP, yang pertama karena rendahnya kemampuan mereka dalam bahasa Inggris. Yang kedua untuk panti asuhan saat ini belum ada skema beasiswa LPDP secara khusus. Informasi tentang beasiswa LPDP belum menyasar mereka. Misalnya kalau untuk santri ada beasiswa LPDP santri. Tapi kalau untuk panti asuhan itu belum ada. Itu sangat luar biasa sekali tantangannya. Banyak sekali yang akhirnya putus di tengah jalan karena yang pertama mereka tadi (tidak memiliki kemampuan) bahasa Inggris. Kemudian, secara finansial mereka merasa kekurangan dan dari sana cukup dikhawatirkan karena sebenarnya mereka juga punya keinginan menjadi awardee LPDP untuk melanjutkan studi di S2,” terang Anas.

Anas pun percaya bahwa dengan pendidikan akan membuktikan bahwa setiap orang layak, punya potensi, dan berhak untuk sukses. (Foto. Dok. Pribadi)

Pesan Anas

Di balik semua perjuangan Anas, ada ibunya yang selalu mendukung setiap langkahnya, “Ibu, saat ini beliau sangat mendukung sekali atas keputusan yang kami ambil untuk melanjutkan pendidikan. Ibu selalu bilang saya orang tua belum bisa membahagiakan anak-anaknya. Jika kalian memiliki impian ingin mewujudkan cita-cita ingin sekolah, beliau dukung walaupun hanya dengan doa,” kata Anas.

Anas selalu menekankan tentang pendidikan terutama kepada adik-adiknya, karena menurutnya pendidikan bukan hanya jalan untuk menaikkan derajat keluarga tetapi juga bisa mendidik dirinya untuk lebih disiplin, tahu bagaimana menempatkan diri, perilaku, atau waktu. Anas pun percaya bahwa dengan pendidikan akan membuktikan bahwa setiap orang layak, punya potensi, dan berhak untuk sukses.

Tak lupa Anas juga mengucapkan terima kasih atas beasiswa LPDP yang saat ini sedang ia jalani, “Saya mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Indonesia khususnya kepada Kementerian Keuangan yang sudah mengelola dan menyalurkan uang kita, uang rakyat Indonesia, dalam mencerdaskan putra-putri bangsa. Dan khususnya pada saat ini saya merasa bersyukur menjadi awardee LPDP Afirmasi Prasejahtera dan dapat melanjutkan pendidikan pada jenjang magister di Universitas Indonesia,” ucapnya.

Pada penghujung wawancara, Anas juga sempat berpesan, “Pesan untuk teman-teman dan adik-adik yang saat ini berasal dari keluarga prasejahtera khususnya adik-adik yang tinggal di panti asuhan, miliki impian, tekun, dan selalu disiplin. Jangan pernah takut karena di hidup ini selalu dihadapkan pada tantangan, tuntutan, dan juga tekanan. Selalu percaya bahwa di dunia ini selama kita masih hidup, kita selalu memiliki kesempatan untuk mencipta kesuksesan dan kemuliaan. Saya meiliki motto ‘keyakinan dapat mengalahkan segalanya’,” pungkasnya.

Walau bertubi-tubi dihantam kondisi yang kurang mendukung, di tengah duka dan seluruh air mata, Anas tetap berjuang untuk bisa menggapai cita-citanya mengangkat derajat keluarganya lewat pendidikan. Seberapapun keadaan menghantamnya, Anas akan berjuang untuk melompat lebih tinggi lagi.