Kinerja APBN Kita Januari Prima! Bekal Hadapi Dinamika Global

27 Februari 2024
OLEH: Dara Haspramudilla
Foto oleh Muhammad Ryan Sasmika.
Foto oleh Muhammad Ryan Sasmika.  

Memasuki awal tahun 2024, ekonomi global masih dalam kondisi yang penuh dinamika dan ketidakpastian. Bahkan, ketegangan dan konflik geopolitik yang baru-baru ini muncul semakin membuat kondisi global dalam situasi yang tidak baik. Pertumbuhan ekonomi global oleh IMF diproyeksi stagnan di angka 3,1 persen, sama dengan situasi di tahun 2023. Sementara Bank Dunia justru memprediksi ekonomi 2024 tumbuh lebih rendah di angka 2,4 persen.

Dalam situasi tersebut, Indonesia yang mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,0 persen masih dalam posisi yang relatif baik. Bahkan, angka ini masih jauh di atas angka pertumbuhan ekonomi negara-negara G20 dan ASEAN seperti Amerika Serikat (2,1 persen), Jepang (0,9 persen), Eropa (0,9 persen), Singapura (2,1 persen, dan Tiongkok (4,6 persen).

Aktivitas manufaktur global di Januari 2024 mulai membaik dan berada di posisi 50. Namun demikian, hanya 27,3 persen negara yang mengalami ekspansi positif yakni Indonesia, Filipina, India, Tiongkok, Meksiko, dan Rusia. Untuk 22,7 persen negara yang mulai pulih kegiatan manufakturnya diantaranya seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, Vietnam, Australia, dan Brazil. Sementara itu, 50 persen negara-negara masih mengalami kontraksi seperti Eropa, Jerman, Perancis, Italia, Inggris, Jepang, Thailand, Malaysia, Turki, Kanada, dan Afrika Selatan.

Tumbuhnya ekonomi Indonesia yang kuat didukung oleh beberapa kontributor. Konsumsi rumah tangga masih mendominasi dengan menyumbang 53,2 persen terhadap PDB dan ini tumbuh 4,82 persen. Selain itu, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang berkontribusi 29,3 persen terhadap PDB, tumbuh 4,40 persen. Dari sisi sektoral, sektor transportasi mengalami kenaikan yang cukup tinggi sebesar 13,96 persen disusul sektor akomodasi serta makanan dan minuman sebesat 10,01 persen. Secara rata-rata sektor-sektor yang menyumbang penerimaan perpajakan tumbuh merata. Ini menggambarkan bahwa kontributor terhadap pertumbuhan ekonomi nasional cukup merata dan sektor-sektor yang mengalami tekanan selama pandemi telah pulih. Ini tentu saja mempengaruhi kinerja ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

 

Realisasi Penerimaan Negara Cerminan Ekonomi Tumbuh Konsisten

Kondisi ekonomi Indonesia yang tumbuh konsisten tercermin dari tren penerimaan pajak yang meningkat. Di bulan Januari 2024, penerimaan pajak mencapai Rp149,25 triliun atau sebesar 7,50 persen dari target APBN 2024. Penerimaan terbesar berasal dari PPh nonmigas yang mencatatkan realisasi Rp83,69 triliun (56,1 persen dari target. Disusul oleh penerimaan dari PPN dan PPnBM sebesar Rp57,76 triliun (7,12 persen dari target), penerimaan dari PPh Migas sebesar Rp6,99 triliun (9,15 persen dari target), serta penerimaan PBB dan pajak lainnya sebesar Rp0,81 triliun (2,14 persen dari target).

Konsumsi dalam negeri yang kuat terlihat dari tren positif penerimaan PPN DN dan impor. Selain itu, indikator bahwa ekonomi Indonesia akan resilien dalam jangka panjang juga ditunjukkan oleh tren positif PPh 21. Ini mencerminkan perbaikan gaji atau upah dan peningkatan penggunaan tenaga kerja.

Untuk kepabeanan dan cukai, realisasi hingga Januari 2024 adalah sebesar Rp22,9 triliun atau 7,1 persen dari target. Penerimaan Bea Masuk sebesar Rp3,9 triliun atau 6,7 persen dari target masih sejalan dengan pola realisasi penerimaan di tahun-tahun sebelumnya. Penerimaan Bea Masuk dipengaruhi oleh (1) tarif efektif sebesar 1,38 persen, (2) utilisasi FTA sebesar 35,0 persen, dan (3) rata-rata kurs USD sebesar Rp15.526.

Penerimaan Bea Keluar hingga Januari 2024 mencapai Rp1,2 triliun atau 6,6 persen dari target. Penerimaan ini dipengaruhi oleh faktor harga komoditas dan kebijakan pemerintah seperti relaksasi ekspor komoditas tembaga dan penurunan harga produk sawit. Sementara, untuk penerimaan Cukai juga masih sejalan dengan pola realisasi penerimaan tahun-tahun sebelumnya. Hingga Januari 2024, penerimaan Cukai mencapai Rp17,9 triliun atau 7,3 persen dari target.

 

Belanja Negara Berikan Program Bermanfaat Bagi Masyarakat

Dari penerimaan negara tersebut kemudian dialokasikan untuk Belanja Negara yang memberikan manfaat bagi masyarakat. Realisasi Belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp96,4 triliun atau telah mencapai 3,9 persen dari pagu. Belanja Pemerintah Pusat ini kemudian terbagi menjadi Belanja K/L yang terealisasi Rp44,8 triliun atau 4,1 persen dari pagu dan Belanja non-K/L yang terealisasi Rp51,6 triliun atau 3,8 persen dari pagu.

Untuk Belanja K/L, alokasi anggarannya diberikan untuk Belanja Pegawai, Belanja Barang, dan Belanja Modal. Anggaran sebesar Rp15,3 triliun direalisasikan untuk pembayaran gaji dan tunjangan bagi ASN, TNI dan Polri. Sementara, untuk Belanja Barang realisasi di Januari 2024 adalah sebesar Rp12,9 triliun yang dimanfaatkan untuk pembayaran bantuan operasional (dana BOS) dan peningkatan mutu dan relevansi pendidikan melalui Kementerian Agama (Rp4,6 triliun), untuk pembentukan Badan Ad-Hoc, pengawasan masa kampanye dan penetapan peserta pemilu melalui Komisi Pemilihan Umum (Rp1,7 triliun), untuk operasi keamanan, pengadaan/dukungan logistik dan kepolisian perairan melalui Polri (Rp1,3 triliun), untuk pengawasan pelaksanaan pemilu pusat, provinsi dan kota/kabupaten melalui Badan Pengawas Pemilu (Rp1,0 triliun) dan harwat/peningkatan BMN matra darat/laut/udara/integratif dan alutsista, serta pelayanan kesehatan melalui Kementerian Pertahanan (Rp0,5 triliun).

Untuk Belanja Modal realisasi sebesar Rp4,1 triliun dimanfaatkan untuk pembangunan jalan, irigrasi, dan jaringan (Rp0,9 triliun), pengadaan peralatan dan mesin untuk bidang pertahanan dan keamanan (Rp2,6 triliun) serta gedung dan bangunan untuk bidang kesehatan (Rp0,5 triliun).

APBN 2024 juga mengalokasikan anggaran untuk pesta demokrasi sebesar Rp38,3 triliun. Hingga 12 Februari 2024, realisasinya adalah sebesar Rp16,5 triliun. Alokasi anggarannya diberikan melalui KPU dan Bawaslu sebesar Rp16,2 triliun serta melalui 14 K/L lain sebesar Rp0,3 triliun. Anggaran Pemilu dialokasikan sejak tahun 2022 hingga 2024. Realisasi dari tahun 2022 sampai tahun 2024 berturut-turut adalah Rp3,1 triliun, Rp29,9 triliun, dan Rp38,3 triliun.

 

Pembiayaan Investasi Dukung Transformasi Ekonomi, Pembiayaan Utang Masih Terkendali

Untuk pembiayaan investasi, di tahun 2024 ini fokus alokasinya adalah pada sektor prioritas yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Terdapat beberapa klaster pembiayaan investasi di tahun 2024 dengan total sebesar Rp176,2 triliun. Untuk klaster infrastruktur alokasinya adalah sebesar Rp55,2 triliun, klaster pendidikan sebesar Rp25,0 triliun, klaster pangan dan lingkungan hidup sebesar Rp1,21 triliun, klaster kerja sama internasional sebesar Rp1,91 triliun dan klaster lainnya sebesar Rp92,88 triliun.

Penyertaan Modal Negara (PMN) diberikan secara selektif kepada BUMN untuk mendukung pelaksanaan program Pemerintah, diantaranya percepatan pembangunan infrastruktur, penyediaan perumahan yang terjangkau bagi MBR, dan pengembangan UMKM. PMN ini diberikan kepada Hutama Karya, Wijaya Karya, PT Sarana Multigriya Finansial, PT Len Industri, dan Indonesia Financial Group.

Pembiayaan Investasi kepada BLU/Badan Hukum Lainnya ditujukan untuk penyediaan lahan infrastruktur PSN, peningkatan akses masyarakat untuk pendidikan dan keberlanjutan pengembangan pendidikan, peningkatan ekspor nasional ke pasar global, menjaga kelestarian Iingkungan hidup dan memperkuat posisi Indonesia dalam hubungan internasional. Pembiayaan ini diberikan kepada Lembaga Pengelola Dana Pendidikan, Indonesian Environment Fund, Lembaga Manajemen Aset Negara, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dan Lembaga Keuangan Internasional.

Sementara itu, untuk pembiayaan anggaran masih berjalan on-track dan terkendali meski di tengah kondisi pasar keuangan yang cukup volatile. Realisasi pembiayaan melalui penerbitan utang per Januari 2024 mencapai Rp107,6 triliun. Dinamika pasar keuangan yang memengaruhi kinerja penerbitan SBN terus diantisipasi dan dimitigasi, termasuk sinergi koordinasi dengan Bank Indonesia. Strategi pembiayaan dilakukan secara pruden, fleksibel, oportunistik, dan terukur. Fleksibilitas pengadaan utang meliputi aspek timing, sizing, instrument, maupun currency mix.