Kinerja APBN Kita Mei: Solid dan Resilien Jaga Pemulihan Ekonomi

28 Juni 2023
OLEH: Dara Haspramudilla
Kinerja APBN Kita Mei: Solid dan Resilien Jaga Pemulihan Ekonomi
 

Setelah pandemi banyak negara yang masih berjuang untuk memulihkan scarring effect akibat pandemi. Ditambah lagi, meletusnya konflik geopolitik yang saat ini semakin meruncing dan munculnya efek rambatan negatif akibat kebijakan pengetatan moneter di berbagai negara. Indonesia sendiri, di tengah dinamika global, ekonominya masih resilien dilihat dari berbagai indikator ekonomi. 

Dari pertumbuhan ekonomi, Indonesia masih tumbuh baik di angka 5,0 persen (yoy) untuk pertumbuhan ekonomi di bulan Juni 2023. Angka ini bahkan jauh lebih tinggi dibandingkan beberapa negara maju seperti Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang, Korea dan negara-negara di kawasan Eropa. Pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga bulan Juni masih positif dan proyeksi outlook dari pertumbuhan tahun ini di angka 5,0 - 5,3 persen masih bisa dijaga. 

“Tren pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia memang beragam, tapi kalau kita lihat Indonesia termasuk negara yang memiliki pertumbuhan terkuat dan persisten tinggi. Kita lihat Indonesia terus menerus mempertahankan pertumbuhan di atas 5% dalam 6 kuartal terakhir. Di negara lain mungkin bagus kemudian mengalami kemerosotan yang cukup tajam pada tahun 2023 ini terutama. Jadi kita lihat memang banyak negara yang sudah tidak mampu bertahan di dalam tekanan perlemahan ekonomi dunia dan gejolak ekonomi dunia.,” terang Menteri Keuangan dalam Konferensi Pers APBN Kita Juni 2023. 

Stabilitas harga pangan juga terjaga dengan baik. Hal ini terlihat dari angka inflasi Indonesia di bulan Mei yang masih terkendali di level 4,0 persen. Kondisi ini lebih baik dari bulan sebelumnya di mana inflasi Indonesia berada pada level 5 persen di bulan Maret dan level 4,3 persen di bulan April. Penurunan inflasi ini adalah sebuah pencapaian baik apalagi jika dibandingkan dengan banyak negara lain seperti Amerika Serikat, Australia, Inggris, Italia, Kanada, Jerman dan Eropa.  

“Kita lihat untuk dalam negeri kita, inflasi kita masih dalam posisi yang trennya sesuai dengan yang ingin kita lihat yaitu penurunan, terutama disumbangkan oleh volatile food yang mengalami penurunan cukup tajam yaitu 3,3 dan juga kita lihat sudah mulai menurunnya core inflation ke 2,7. Di sisi lain, administered price kita harapkan akan terus menunjukkan tren penurunan yang akan makin menurun tajam nanti menjelang bulan September, karena tahun lalu kita menaikkan BBM pada bulan Agustus-September," jelas Menkeu. 

Selain pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi yang masih dalam kondisi baik, kondisi ekspor dan impor juga menguat. Pada bulan Mei, neraca perdagangan Indonesia masih menunjukkan surplus di mana ekspor tumbuh 0,96 persen mencapai USD21,72 miliar dan impor tumbuh 14,35 persenUSD21,28 miliar. 

"Neraca perdagangan pada bulan Mei dengan impor yang melonjak masih tinggi dan ekspor yang tumbuh tipis menunjukkan surplus 0,44 miliar. Memang ini adalah surplus yang cukup tipis, namun secara akumulasi Januari hingga Mei, surplus dari neraca perdagangan mencapai USD16,5 miliar," lanjut Menkeu. 

Optimisme masyarakat yang dilihat dari indeks keyakinan konsumen (IKK) juga masih penopang ekonomi. IKK yang berada di level sangat kuat di 128,3 mengkonfirmasi ekonomi Indonesia yang masih terus ekspansif dan bertahan kuat. Kondisi indikator-indikator ekonomi yang baik ini memberikan optimisme. Kuartal kedua ekonomi Indonesia masih akan terus terjaga dan melanjutkan momentum pemulihan ekonomi di kuartal pertama.  

 

Penerimaan Negara Cerminkan Kegiatan Ekonomi Terus Pulih 

Masih tumbuh positif. Inilah gambaran dari kinerja penerimaan negara. Hingga Mei 2023, penerimaan negara tumbuh 13 persen (year-on year) dan telah terkumpul penerimaan sebesar Rp1.209,3 triliun atau 49,1 persen dari target APBN. Dari sisi penerimaan pajak, meski melambat tetapi masih menunjukkan tren yang terus tumbuh. Penerimaan pajak di Mei 2023 telah mencapai 48,3 persen dari target atau sebesar Rp830,29 triliun. Untuk PPh nonmigas telah terkumpul sebanyak Rp486,94 triliun atau 55,7 persen dari target. Sementara, untuk PPN & PPnBM sudah mencapai 40,47 persen dari target atau sebesar Rp300,64 triliun. 

"Dari sisi PPh nonmigas artinya ada kenaikan 16,4 persen dibandingkan tahun lalu dan untuk PPN & PPnBM naik 21,31 persen dari tahun lalu. Kenaikan ini memberikan gambaran terhadap kegiatan ekonomi. Sebab, ini kegiatan ekonomi yang kemudian menimbulkan implikasi kewajiban pajak," jelas Menkeu. 

Sementara dari penerimaan kepabeanan dan cukai, realisasi di bulan Mei telah mencapai 39 persen dari target APB atau sebesar Rp118,36 triliun. Realisasi ini menurun 15,64 persen yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti situasi global yang membuat banyak harga komoditas turun dan juga dampak dari kebijakan dari beberapa komoditas yang diberlakukan pembatasan ekspor. Ini mencerminkan bahwa tingkat pertumbuhan dari bea keluar didorong tidak hanya dari komoditas, tetapi juga kebijakan yang dikeluarkan. 

"Untuk bea masuk masih tumbuh positif sebesar 7,87 persen. Ini karena kurs dari US dollar dan pertumbuhan dari bea masuk terutama dari komoditas yang menopang industri kendaraan bermotor. Cukai hasil tembakau mengalami penurunan sebesar 12,73 persen. Begitu juga untuk bea keluar yang mengalami koreksi tajam di 67,52 persen atau hanya sebesar Rp5,15 triliun," tutur Menkeu. 

Dari sisi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) masih memperlihatkan tren kenaikan yakni sebesar 16,2 persen (year-on year). Hingga 31 Mei 2023, PNBP telah mencapai 59,0 persen target APBN atau sebesar Rp260,5 triliun.  

"Untuk sumber daya alam migas mengalami koreksi karena harga minyak yang mengalami penurunan sebesar 18,8 persen sehingga kita menerima Rp51,1 triliun. Untuk SDA nonmigas, realisasi mencapai Rp68,7 triliun naik sebesar 106,0 persen dari target APBN terutama karena harga batu bara yang diterapkan dari PP 26 tahun 2022. Untuk kekayaan negara yang dipisahkan yaitu BUMN sudah menyetor dividen sebesar Rp41,7 triliun. Kenaikan tajam dibanding tahun lalu yang hanya Rp5,1 triliun. Sementara, PNBP lainnya mencapai Rp69,6 triliun terutama belanja kegiatan K/L yang menunjukkan adanya aktivitas masyarakat dan ekonomi yang melonjak," jelas Menkeu. 

 

Masyarakat Rasakan Manfaat Langsung Belanja Pemerintah Pusat 

Penerimaan negara yang tumbuh baik dialokasikan untuk alokasi belanja yang membantu melindungi ekonomi masyarakat dan mendukung pemulihan ekonomi nasional. Hingga 31 Mei 2023, APBN telah membelanjakan Rp1.005,0 triliun atau 32,8 persen dari total belanja negara tahun 2023. Untuk belanja pemerintah pusat, realisasinya sudah mencapai Rp714,6 triliun atau 31,8 persen dari pagu. Angka ini naik 9,3 persen dari periode yang sama di tahun sebelumnya. Alokasi belanja pemerintah pusat terbagi menjadi dua yakni belanja K/L dan belanja non-K/L yang masing-masing realisasinya sebesar Rp326,2 triliun (32,6 persen dari target APBN) dan Rp388,4 triliun (31,2 persen dari target APBN).  

Dari alokasi belanja K/L dan belanja non-K/L sebesar Rp366,2 triliun dibelanjakan pemerintah pusat untuk program-program yang memberikan manfaat langsung ke masyarakat.  "Jadi dalam hal ini 51,2 persen, lebih dari separuh belanja pemerintah pusat itu sebetulnya adalah belanja yang langsung dinikmati masyarakat. Masyarakat ini, terutama masyarakat miskin," papar Menkeu. 

Terdapat tiga kategori bantuan yang mendapat alokasi anggaran dari belanja K/L yakni bantuan sosial dan UMKM, pendidikan, dan infrastruktur. Untuk bantuan sosial dan UMKM terbagi ke dalam tujuh program yakni program keluarga harapan, kartu sembako, penerima bantuan jaminan kesehatan nasional serta bantuan untuk para petani, peternak dan petani tambak. Selain itu, program Indonesia pintar, program kartu Indonesia pintar kuliah, bantuan operasional sekolah (Kemenag), dan bantuan operasional perguruan tinggi negeri adalah program-program yang mendapat alokasi dari bidang pendidikan. Dari sisi infrastruktur, bantuan ke masyarakat diberikan melalui bantuan stimulan perumahan (bencana Cianjur) dan pembangunan atau rehabilitasi infrastruktur. Sementara itu, bantuan sosial yang diberikan melalui belanja non-K/L digunakan untuk subsidi dan kompensasi listrik, subsidi dan kompensasi BBM, subsidi LPG 3kg, kartu prakerja, dan subsidi perumahan. 

Lebih dari itu, pemerintah pusat juga menggunakan APBN untuk memberikan insentif kepada pemerintah daerah. Beberapa program yang menjadi prioritas antara lain untuk pengendalian inflasi, stunting dan kemiskinan. Realisasi insentif yang sudah disalurkan hingga Mei 2023 adalah sebesar Rp1,05 triliun atau tumbuh 4,5 persen dibandingkan tahun lalu.