Pembiayaan Kredit UMi Bantu Usaha Mikro Melalui Modal Usaha dan Pelatihan

15 September 2023
OLEH: Dimach Putra
Pembiayaan Kredit UMi Bantu Usaha Mikro Melalui Modal Usaha dan Pelatihan. Foto oleh Resha A.P.
Pembiayaan Kredit UMi Bantu Usaha Mikro Melalui Modal Usaha dan Pelatihan. Foto oleh Resha A.P.  

Mentari belum juga naik terlalu tinggi, namun ramai kegiatan warga Desa Sudaji sudah nampak di Jalan Raya Keloncing. Di jalan desa yang sempit dan curam itu terlihat warga hilir mudik memulai aktivitas paginya. Riuh suara anak-anak terdengar bersahut-sahutan dari sebuah taman kanak-kanak dan sekolah dasar yang berdampingan. Beberapa orang tua yang habis mengantar anaknya bersekolah nampak bertegur sapa saat berpapasan dengan warga lain yang mengenakan pakaian adat, berboncengan menuju pura. Di sebuah sudut tak jauh dari keramaian itu, seorang perempuan bertubuh mungil terlihat membuka rukonya.

Namanya Luh Rusmiati. Perempuan yang akrab disapa Rusmi itu membuka galeri sederhana hasil kerajinan tangan yang Ia jual dengan jenama Gegaen Lima Craft. ”Selamat datang. Silakan dilihat-lihat dulu,” sapa perempuan itu ramah mempersilakan kami masuk. Tempat itu tidaklah besar, sekitar 3x3 meter saja. Namun, Rusmi berhasil menyulap dengan pas tempat pameran sekaligus penjualan karya-karyanya. Tas, topi, bokor, vas, keranjang, kursi dan lemari yang terbuat dari jalinan anyaman berwarna-warni ia tampilkan dengan apik di butik kecil yang tidak luas itu. Tak hanya warna dan bentuknya saja yang menarik, pembeli tak akan menyangka bahan baku kerajinan tangan ini.

Gegaen Lima Craft adalah jenama unik hasil pemikiran Rusmi. Terdiri dari perpaduan kata-kata dalam bahasa Bali dan Inggris. Gegaen diambil dari kata dalam bahasa Bali yang bermakna pekerjaan. Pun dengan ‘lima‘ (diucapkan lime), yang berarti tangan. Sedangkan ‘craft‘ menekankan makna yang sama dalam bahasa Inggris. (Foto: Resha A.P)

Di balik Gegaen Lima Craft yang unik

Gegaen Lima Craft adalah jenama unik hasil pemikiran Rusmi. Terdiri dari perpaduan kata-kata dalam bahasa Bali dan Inggris. Gegaen diambil dari kata dalam bahasa Bali yang bermakna pekerjaan. Pun dengan ‘lima‘ (diucapkan lime), yang berarti tangan. Sedangkan ‘craft‘ menekankan makna yang sama dalam bahasa Inggris. “Karena  saya tuh ingin biar namanya itu agak berbeda, lah. Kadang-kadang kalau buat kayak ’handmade‘  pasti banyak banget yang sama,“ ungkapnya lugu.

Tak hanya namanya yang unik, bahan dasar pembuatan kerajinan ini ternyata jauh berbeda dari perkiraan orang-orang. Sekilas memandang, orang-orang akan berpikir bahwa kerajinan anyaman ini pasti menggunakan rotan, bambu, enceng gondok atau bahan alami lainnya. Baru ketika memegang dan melihat dengan seksama dari dekat, orang-orang akan menyadari bahwa di permukaan tiap bilah anyamannya akan terlihat deretan huruf dan angka.Ya, karya yang dijual Rusmi ini berasal dari limbah kertas. Ia mengaku pilihannya menggunakan bahan ini dimulai tanpa kesengajaan. 

“Saya memang suka kerajinan ya, buat jepit-jepit rambut. Nah, pas ke tempat saudara itu ada koran di rumah dia itu numpuk,” ungkap Rusmi mengawali kisahnya. Tumpukan koran tak terpakai itu menginspirasi perempuan bertubuh mungil ini untuk mengolahnya menjadi kerajinan tangan. Ia mengaku awalnya hanya mencoba-coba saja. Saat berusaha mencari inspirasi di internet dan video tutorial di Youtube pun saat itu Ia tidak bisa menemukan konten yang telah membuat hal serupa. Alhasil, Ia pun menggabungkan teknik anyam dari bahan lain yang ia sesuaikan dengan bahan lintingan limbah kertas yang dimilikinya. Perlu trial & error bertahun-tahun baginya hingga menemukan formula dan teknik yang pas. Hingga akhirnya di tahun 2019, Rusmi mulai berani memasarkan produknya yang berupa anyaman limbah kertas itu.

”Ini beneran dari kertas, bisa dibuat tas? Bisa nggak nanti misal produknya saya pinjam untuk dibawa?” ucap Rusmi menirukan perkataan Delly saat itu. Pucuk dicinta ulam tiba, memang itu yang harapan Rusmi saat bergabung di acara ini. Ia bersyukur, meski merasa terbatas informasi dan koneksi, ada peminat yang malah mendatanginya. (Foto:Resha A.P)

Angan untuk mengembangkan usaha

Desa Sudaji terletak di perbukitan sebelah selatan Singaraja, ibukota Kabupaten Buleleng. Meski merupakan desa wisata, tidak dapat dinafikan bahwa sektor pariwisata di Bali bagian utara memang tak seramai di daerah selatan. Hal ini berpengaruh ke penjualan produk Rusmi di butik kecil yang terletak di dalam desa dengan akses jalan lumayan menantang. Jika kebetulan ada tamu yang menginap di beberapa homestay di sekitar desa, para turis itu akan dibawa pihak penginapan ke butiknya. ”Produknya tuh dikenal paling jauh itu mungkin ya di Denpasar,” jelasnya. Sesekali namun jarang, ia mengikuti acara-acara di kota.

Nasib Rusmi mulai berbalik Juli tahun lalu saat ia diminta ikut dalam acara yang diadakan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Bali - Nusa Tenggara. Di sana Ia bertemu dengan Ni Putu Delly Komalasari, biasa disapa Delly, pengurus sekaligus bendahara Koperasi Krama Bali dengan beberapa orang memakai seragam bertuliskan Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Ternyata rombongan ini tertarik dengan karya Rusmi. ”Ini beneran dari kertas, bisa dibuat tas? Bisa nggak nanti misal produknya saya pinjam untuk dibawa?” ucap Rusmi menirukan perkataan Delly saat itu. Pucuk dicinta ulam tiba, memang itu yang harapan Rusmi saat bergabung di acara ini. Ia bersyukur, meski merasa terbatas informasi dan koneksi, ada peminat yang malah mendatanginya.

Selang sebulan setelah acara tersebut, Delly menghubungi Rusmi untuk menyampaikan beberapa ajakan. Karya Rusmi akan dibawa ke Jakarta untuk diperkenalkan ke PIP dan dilihat apakah bisa dipasarkan lewat jejaring yang ada. ”Kalau Mbak Rusmi mau benar-benar memperluas pasarnya, ya sudah, Mbak Rusmi ikut di koperasi Krama Bali jadi anggota, terus jadi debiturnya Pembiayaan UMi,” tutur Rusmi mengisahkan awal dirinya mengenal istilah Pembiayaan UMi. Yang lebih mencengangkan, tak lama kemudian Delly mengabari Rusmi bahwa karyanya akan dipasarkan di Sarinah, sebuah jaringan retail produk kerajinan lokal yang terdapat di beberapa kota di Indonesia.

 Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) merupakan fasilitas pembiayaan dalam bentuk konvensional dan prinsip syariah yang disediakan oleh pemerintah kepada para pelaku usaha ultra mikro. (Foto: Resha A.P)

#UangKita untuk pembiayaan ultra mikro

Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) merupakan fasilitas pembiayaan dalam bentuk konvensional dan prinsip syariah yang disediakan oleh pemerintah kepada para pelaku usaha ultra mikro. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, kontribusi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) terhadap produk domestik bruto (PDB) Nasional sebesar 60,5%. Usaha ultra mikro sendiri adalah jenis usaha milik perorangan dengan skala bisnis yang lebih kecil daripada usaha mikro. Sayangnya, banyak pelaku usahanya yang belum bankable atau belum mampu mengakses produk pembiayaan perbankan.

Sebagai perpanjangan tangan yang bertugas melakukan koordinasi pembiayaan tersebut, pemerintah melalui Kementerian Keuangan membentuk Pusat Investasi Pemerintah (PIP) pada 2017. Sumber pendanaan pembiayaan UMi berasal dari dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan data SIKP-UMi per 28 Desember 2022, Pembiayaan UMi sebesar Rp25,88 T telah disalurkan ke 509 kota/kabupaten melalui 63 lembaga penyalur yang menjangkau lebih dari 7,3 juta debitur di seluruh Indonesia. Untuk tahun 2023, PIP telah melakukan penyaluran pembiayaan dari #UangKita tersebut senilai Rp6.08 T dengan total 1,46 juta debitur pelaku usaha UMi. Besaran dana yang bisa diakses oleh pelaku usaha yang menjadi debitur pembiayaan UMi adalah maksimal sebesar Rp20 Juta.

Pembiayaan berbonus pendampingan

PIP adalah organisasi noneselon yang bertanggung jawab kepada menteri keuangan melalui direktorat jenderal perbendaharaan (DJPb) dan bertugas menyalurkan pembiayaan UMi. Tak hanya menyalurkan #UangKita dalam bentuk pinjaman ke pelaku usaha mikro, PIP juga bertugas melakukan pendampingan sesuai dengan kebutuhan produk dari debitur melalui para penyalur. Pendampingannya bisa berupa pemberian motivasi, konsultasi usaha, peningkatan kapasitas, pengawasan terhadap debitur maupun bentuk pendampingan lainnya.

Sebagai pengelola dana, PIP tidak langsung menyalurkan pembiayaan ke para pelaku debitur. Dana tersebut disalurkan melalui lembaga keuangan bukan bank (LKBB), baik sebagai penyalur langsung maupun linkage. Ada delapan LKBB non-afiliasi pemerintah yang telah bekerja sama dengan PIP: satu LKBB memiliki izin menyalurkan pembiayaan konvensional dan syariah, tiga LKBB konvensional, dan empat LKBB syariah. Hingga akhir 2021, BLU-PIP telah bekerja sama dengan 55 mitra penyalur, terdiri dari 10 penyalur langsung, satu penyalur tidak langsung, dan 44 lembaga linkage. Mekanisme penyaluran dan lewat mitra tersebut mendorong penerapan prinsip know your customer sehingga karakteristik debitur terpetakan dengan baik. Hal ini bermanfaat untuk menekan rendah angka kredit bermasalah, dan menangkap kebutuhan debitur dengan tepat sebagai dasar penetapan pendampingan yang dibutuhkan. Poin tersebut menjadi keunggulan Pembiayaan UMi dibanding produk pembiayaan lainnya.

Dalam alur rangkaian Pembiayaan UMi, sebuah lembaga penyalur memiliki tugas sangat penting sebagai penghubung antara debitur dan PIP. Dalam kisah Rusmi, peran tersebut dimainkan oleh Delly dari Koperasi Krama Bali. (Foto: Resha A.P)

Dampingi dari mula hingga sukses kembangkan usaha

Dalam alur rangkaian Pembiayaan UMi, sebuah lembaga penyalur memiliki tugas sangat penting sebagai penghubung antara debitur dan PIP. Dalam kisah Rusmi, peran tersebut dimainkan oleh Delly dari Koperasi Krama Bali. Organisasi berjenis koperasi serba usaha (KSU) ini berdiri sejak 2005 dan telah berstatus primer provinsi yang cabangnya tersebar di penjuru pulau dewata ini. Koperasi ini mengawali kerja sama dengan PIP di tahun 2019 sebagai linkage salah satu LKBB. Kini koperasi ini telah dipercaya langsung oleh PIP untuk menyalurkan dana ke 179 debitur UMi anggotanya. “Kita dapat dana satu miliar, karena kita putar lagi, mungkin kisaran sampai 1,5 lah jadinya ya. Balik, cair lagi seperti itu,” ungkap Delly.

Perempuan yang tinggal di Denpasar ini menjelaskan bahwa tugasnya bahkan dimulai dengan melihat potensi sebuah produk untuk dikembangkan. Contohnya, Delly melihat potensi produk Gegaen Lima Craft yang tak hanya cantik dan punya nilai ekonomis tinggi, namun juga ada nilai plus di sisi ekologi karena memanfaatkan limbah kertas. Imbuhnya, Pembiayaan UMi memang sangat cocok bagi para pelaku usaha yang baru memulai dan ingin mengembangkan usahanya, namun bingung bagaimana caranya. Pendampingan dari hulu ke hilir memang menjadi fasilitas yang diunggulkan jenis pembiayaan ini. “Mulai dari perizinan - NIB atau PIRT, lalu kami ajarkan pembukuan sederhana, kemudian packaging dan branding-nya. Dan kita tuh harus bisa terus memberikan semangat ke debitur,” beber Delly menjabarkan tugasnya.

Mengamini doa Rusmi, Delly menambahkan bahwa apa yang didapatnya dari sisi penyalur dari PIP sudah sangat cukup. Ia berharap program training for trainers (TOT) yang disediakan PIP bari Lembaga penyalur tidak akan terputus. Sehingga, para penyalur akan bisa lebih baik lagi memberikan pendampingan yang tepat ke para debiturnya. (Foto: Resha A.P)

 Rasa syukur berbalut harapan

Rusmi bersyukur bahwa pendampingan yang didapatnya dari pembiayaan ini bisa mengantar produknya dikenal dan dipasarkan hingga ke ibukota negara. Produknya bahkan menempati 10 besar penjualan terbaik di Sarinah. Diawali dengan suntikan modal dari Pembiayaan UMi sebesar Rp2 juta, yang jujur, Ia akui sempat terbersit ragu saat awal mengambilnya. Kini, perempuan ini nampak lebih percaya diri dan memiliki angan lebih besar untuk membesarkan galeri miliknya. Ia ingin menampilkan koleksinya di tempat yang lebih representatif, selain karena ruangan yang ada tak mampu lagi menampung karya seiring meningkatnya pesanan. Ia juga bersyukur karena usaha kecilnya itu setidaknya memberi manfaat juga kepada lima orang warga sekitar yang kini membantunya memproduksi karya. “Semoga sih produk Gegaen Lima lebih dikenal, terutama di Indonesia. Siapa tahu nanti bisa ekspor?” ucapnya diakhiri dengan tawa.

Mengamini doa Rusmi, Delly menambahkan bahwa apa yang didapatnya dari sisi penyalur dari PIP sudah sangat cukup. Ia berharap program training for trainers (TOT) yang disediakan PIP bari Lembaga penyalur tidak akan terputus. Sehingga, para penyalur akan bisa lebih baik lagi memberikan pendampingan yang tepat ke para debiturnya. “Kalau bisa terus target debiturnya juga terus ditingkatkan sehingga semakin banyak debitur yang bisa terbantu,” ucapnya, lalu disambung. ”Ya kalau bisa nanti bisa seperti yang Mba Rus harapkan. Sekarang masih dari Bali keluar ke Indonesia, ke Jakarta, kalau bisa keluar negeri. Kita harapkan PIP bisa bantu debitur kami bisa sampai ke tanah internasional,” lanjut Delly menutup sesi pagi itu.

 

 


Dimach Putra