Penuhi Kewajiban Perpajakan Instansi Pemerintah dalam Menjaga Stabilitas Ekonomi

1 Agustus 2023
OLEH: Josua Tommy Parningotan Manurung, Pegawai Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Ilustrasi oleh Aditya Wirananda
Ilustrasi oleh Aditya Wirananda  

APBN memiliki 5 Pos penting yaitu Pendapatan Negara, Belanja Negara, Keseimbangan Primer, Surplus/Defisit Anggaran dan Pembiayaan Anggaran. Pendapatan negara menjadi salah satu unsur yang penting dalam menjaga stabilitas ekonomi.

Dilansir melalui laman resmi kementerian keuangan, kemenkeu.go.id, realisasi penerimaan perpajakan dalam APBN Tahun 2022 mencapai Rp2.034,5 triliun atau 114% dari target Perpres 98/2022 sebesar Rp1.784 triliun, tumbuh 31,4% dari realisasi tahun 2021 sebesar Rp1.547,8 triliun. Hal ini menunjukkan pentingya penerimaan perpajakan sebagai penopang APBN terbesar. Penerimaan perpajakan dapat terpenuhi melalui mekanisme self assessment system (menghitung, membayar, dan melaporkan pajak sendiri) maupun withholding system  (melalui pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak lain  seperti marketplace ataupun instansi pemerintah.

Instansi pemerintah merupakan unit yang penting dalam memotong dan memungut pajak. Instansi pemerintah diberi mandat oleh pemerintah untuk melakukan pemotongan maupun pemungutan pajak bila terjadi transaksi dengan rekanan baik UMKM maupun non UMKM.

Oleh karena itu, penting untuk bendahara instansi pemerintah benar dalam menghitung, memotong/memungut, dan melaporkan pajak dengan benar, lengkap, dan jelas.

Menurut penulis masih banyak beberapa ketidaktepatan Bendahara Instansi Pemerintah dalam memungut, memotong dan melaporkan pajak.

Beberapa ketidaktepatan instansi pemerintah dalam memungut, memotong dan melaporkan pajak seperti:

  • Memotong PPN saat terjadi transaksi dengan lawan transaksi non PKP.
  • Bendahara memotong PPh atau PPN saat terjadi pembelian melalui marketplace dengan mekanisme uang persediaan. Hal ini seharusnya dilakukan oleh marketplace sebagai pemungut pajak lainnya.
  • Tidak memotong PPh 22 atas Sewa harta bergerak ataupun tidak bergerak melalui marketplace dengan mekanisme pembayaran uang persediaan seperti sewa kamera, mesin fotokopi, dll.
  • Berhenti hanya sampai pembayaran pajak saja dan tidak melaporkan nya di SPT Masa Unifikasi.
  • Tidak memberikan bukti pemotongan/pemungutan kepada lawan transaksi. Hal ini penting sebab bukti potong tersebut dapat menjadi pengurang pajak lawan transaksi.
  • Bendahara tidak meminta identitas perpajakan (NPWP atau NIK KTP) lawan transaksi, hal ini diperlukan dalam pembuatan kode billing, dan bukti potong.
  • Ketika UMKM rekanan Instansi Pemerintah memiliki surat keterangan PP 23, dan terjadi transaksi belanja persediaan tidak melalui marketplace, maka Instansi Pemerintah memotong PPh Pasal 4 Ayat 2 dan bukan PPh Pasal 22.

Selain poin-poin diatas, penulis dapat menambahkan beberapa kekeliruan yang lain, seperti memotong PPh Pasal 22 saat instansi pemerintah melakukan kegiatan membeli perlengkapan melalui sumber dana Bos. Hal ini kurang tepat, sebab pemotongan PPh Pasal 22 yang mana sumber dana belanja melalui dana bos, tidak dipotong PPh Pasal 22.

Bendahara Instansi Pemerintah pun perlu memastikan ketika belanja melalui marketplace, marketplace tersebut sudah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Inilah pentingnya bendahara instansi pemerintah mengetahui tentang proses perpajakan di Indonesia. Tidak hanya hard skill kompetensi perpajakan yang harus dimiliki melainkan soft skill dalam komunikasi kepada lawan transaksi.

Lawan transaksi, baik wajib pajak orang pribadi maupun badan, seringkali enggan memberikan nomor NPWP ataupun NIK nya sebagai wajib pajak. Bendahara Instansi Pemerintah perlu melakukan komunikasi yang asertif agar mereka mau menunjukkan identitas perpajakan mereka, dan bila ini tidak terpenuhi maka lawan transaksi nya tersebut yang akan rugi serta bendahara Instansi Pemerintah yang 'kelabakan' melakukan pemindahbukuan.

Pertumbuhan ekonomi melalui proses potong/pungut pajak yang dilakukan instansi pemerintah 

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2021 (audited) menunjukkan penerimaan perpajakan jenis pajak PPN menjadi top two penerimaan perpajakan terbesar. Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2021 adalah sebesar Rp 548.396.434.702.449. Nilai tersebut naik sebesar Rp 94.802.009.383.361 atau 20,90 persen dibandingkan periode Tahun 2020 (audited) sebesar Rp 453.594.425.319.088. Penerimaan PPN yang cukup besar ini menunjukkan penyetoran PPN ke kas pemerintah baik melalui setor sendiri maupun dipungut pemerintah sangat berpengaruh. 

Setelah PPN, Penerimaan Pajak terbesar lainnya adalah Pajak Penghasilan. Pendapatan Pajak Penghasilan Tahun 2021 adalah sebesar Rp 686.752.482.242.702. Pendapatan Pajak Penghasilan mengalami kenaikan sebesar Rp 98.440.522.688.307 atau 16,73 persen dibanding Tahun 2020 sebesar Rp588.311.959.554.395.

Selain melalui pendapatan, pentingnya instansi pemerintah dalam melaksanakan APBN juga dapat terlihat dari belanja barang pemerintah pusat sebesar Rp 530,06 Trilliun. Sekitar 50 persen dari jumlah tersebut, belanja pemerintah pusat yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat adalah Rp 274,4T. 

Ketika terjadi belanja barang berupa belanja peralatan dan persediaan, dapat terjadi transaksi yang terdapat pemungutan dan pemotongan pajak seperti PPh Pasal 22 dan PPN. Tidak hanya itu saja, bila terjadi transaksi berupa jasa seperti pemeliharaan kantor dan rekanan tersebut tidak memiliki sertifikat badan usaha, maka Instansi Pemerintah wajib memotong PPh Pasal 23. Namun perlu diperhatikan, bila terjadi transaksi berupa jasa konstruksi terhadap rekanan yang memiliki sertifikat badan usaha dan klasifikasi lapangan usaha adalah usaha jasa konstruksi, maka rekanan tersebut akan dipotong PPh Pasal 4 ayat 2 oleh instansi pemerintah.

Kesimpulan

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat semakin meningkat bila terjadi kesepahaman peraturan perpajakan antara fiskus, wajib pajak, pemotong/pemungut pajak seperti marketplace, badan usaha yang ditunjuk pemerintah sebagai pemotong/pemungut pajakdan instansi pemerintah. Bila bendahara instansi pemerintah masih ragu ketika melakukan pemotongan/pemungutan pajak, bendahara tersebut dapat menghubungi Direktorat Jenderal Pajak melalui kanal resmi call center Direktorat Jenderal Pajak (Kring Pajak) akun Twitter @kring_pajak maupun live chat pada situs web www.pajak.go.id.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.


Josua Tommy Parningotan Manurung, Pegawai Direktorat Jenderal Perbendaharaan