Semester I Tahun 2023, APBN Beri Manfaat Langsung bagi Masyarakat

1 Agustus 2023
OLEH: Reni Saptati D.I.
Foto oleh Rahmat Andriansa.
Foto oleh Rahmat Andriansa.  

Dalam suatu acara di Hotel Indonesia Kempinski Jakarta pada September 2022, Presiden Joko Widodo pernah berkisah, "Saya selalu sampaikan kepada Menteri Keuangan, 'Bu, kalau punya uang kita, di APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) kita, dieman-eman, dijaga, hati-hati mengeluarkannya. Harus produktif, harus memunculkan return yang jelas."

Apa yang disampaikan Presiden adalah prinsip yang telah dipegang kuat oleh jajaran Kementerian Keuangan selama ini. Sudah seharusnya, APBN memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat. APBN berperan besar dalam mewujudkan pemerataan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam berbagai kesempatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa APBN adalah uang rakyat dan setiap rupiah yang dibelanjakan harus bermanfaat bagi rakyat.

Untuk memaksimalkan fungsi dan perannya, penggunaan APBN perlu menerapkan prinsip efisien, transparan, dan akuntabel. Setiap bulannya, Menteri Keuangan selalu memaparkan bagaimana kinerja APBN kepada media dan masyarakat sebagai salah satu upaya transparansi dan akuntabilitas. Pada 24 Juli 2023 lalu, Menteri Keuangan menjelaskan kinerja APBN Semester I-2023 melalui konferensi pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta). Ia menegaskan APBN 2023 mampu menjaga pemulihan ekonomi dan melindungi masyarakat.

Kinerja APBN 2023 solid

Separuh tahun 2023 telah terlewati. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menerangkan bagaimana kinerja APBN hingga 30 Juni 2023, baik dari sisi pendapatan maupun belanja. Ia menilai kinerja APBN semester I-2023 tetap kuat dan solid.

“APBN kita telah mengalami Pendapatan Negara Rp1.407,9 triliun dan Belanja Negara Rp1.255,7 triliun. Belanja Negara yang Rp1.255,7 triliun ini terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat yaitu sebesar Rp891,6 triliun. Ini artinya 71 persen dari total Belanja Negara adalah Belanja Pemerintah Pusat. Jumlah belanja ini baru 39,7 persen dari total belanja yang dianggarkan untuk tahun ini. Artinya, kecepatan belanja kita sampai dengan akhir Juni belum mencapai 40 persen, sementara penerimaan negara telah mencapai lebih dari 57 persen,” terang Menkeu panjang lebar.

Belanja Pemerintah Pusat terdiri atas Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dan Belanja Non-K/L. Menurut Menkeu, beberapa komponen Belanja K/L yang menonjol yaitu belanja untuk persiapan pelaksanaan Pemilu, pelaksanaan pembangunan Ibu kota Negara (IKN), dan pembangunan infrastruktur prioritas. Total Belanja K/L pada semester pertama tahun ini mencapai Rp417,2 triliun atau 41,7 persen dari target APBN.

Sementara itu, untuk belanja Non-K/L sudah mencapai Rp474,4 triliun atau setara dengan 38,1 persen dari target APBN. Menkeu menjelaskan belanja Non-K/L merupakan belanja yang langsung diterima manfaatnya oleh masyarakat, seperti realisasi subsidi dan kompensasi (BBM dan listrik), program kartu prakerja, serta subsidi pupuk.

“Jika kita lihat, total Belanja Pemerintah Pusat yang sejumlah Rp891,6 triliun tadi tumbuh tipis 1,6 persen dibandingkan semester satu tahun sebelumnya. Mayoritas Belanja ini didominasi oleh belanja untuk masyarakat,” tutur Menkeu.

Sebanyak 55,2 persen dari Belanja Pemerintah Pusat atau sebesar Rp492,0 triliun merupakan jenis belanja yang memberikan manfaat langsung kepada masyarakat, baik melalui program perlindungan sosial, petani dan UMKM, pendidikan, infrastruktur, maupun sektor pelayanan publik lainnya. Menkeu menegaskan, APBN sangat diandalkan bagi kelompok rentan dan miskin.

Pada sektor perlindungan sosial, petani, dan UMKM, APBN disalurkan untuk bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) kepada 9,8 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), kartu sembako bagi 18,7 juta KPM, dan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) untuk 96,7 juta peserta. Manfaat perlindungan sosial juga diberikan dalam bentuk bantuan benih, pulsa, pupuk organik, alat dan mesin, serta bantuan ternak. APBN juga digunakan untuk menyalurkan subsidi dan kompensasi listrik bagi 39,2 juta pelanggan, subsidi LPG 3 kg untuk 3,3 juta metrik ton, subsidi dan kompensasi BBM untuk 7.169,4 ribu kilo liter, dan subsidi perumahan sebanyak 84,5 ribu unit.

Pemerintah juga masih terus menyalurkan bantuan melalui Program Indonesia Pintar sebesar Rp6,1 triliun untuk 10,9 juta siswa, program Kartu Indonesia Pintar Kuliah sebesar Rp6,0 triliun untuk 710,7 ribu mahasiswa, Bantuan Operasional Sekolah (Kementerian Agama) sebesar Rp6,9 triliun untuk 6,0 juta siswa, Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri sebesar Rp2,3 juta triliun untuk 197 PTN, serta Kartu Prakerja untuk 529 ribu peserta.

“Ini adalah APBN yang operasinya langsung mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Dengan berbagai hal tersebut, masyarakat tetap dijaga oleh APBN dari berbagai guncangan yang terjadi karena ekonomi dunia berubah terus. Harga komoditas naik turun, dan shock terjadi di bidang pangan, energi, maupun disrupsi sisi supply,” jelas Menkeu.

Lebih lanjut, Menkeu menerangkan bahwa Presiden Joko Widodo memberi arahan untuk menambahkan lagi bantuan pangan untuk kelompok masyarakat miskin. Oleh sebab itu, pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2023, pemerintah akan menambahkan anggaran sebesar Rp8 triliun rupiah yang akan diberikan kepada 21,35 juta KPM yang rentan dalam bentuk bantuan 10 kg beras per bulan. Dengan demikian, total penerima manfaat tersebut akan mendapat bantuan 30 kg beras untuk tiga bulan.

Sementara itu, dari sisi Transfer ke Daerah, hingga 30 Juni 2023 pemerintah pusat telah menyalurkan Rp364,1 triliun atau setara dengan 44,7 persen dari target transfer kepada daerah-daerah. Angka tersebut menunjukkan adanya sedikit perlambatan dibanding tahun sebelumnya, yakni melambat sekitar 1 persen. Menkeu menerangkan penurunan tersebut bukan karena total alokasinya menurun, tetapi terutama disebabkan oleh penyiapan syarat salur Dana Alokasi Umum (DAU) spesifik tahap 2 oleh Pemda, serta adanya proses verifikasi sisa Dana BOS tahun anggaran sebelumnya untuk satuan pendidikan penerima Dana BOS yang dilakukan oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) daerah.

“Hal itu tentu untuk memperbaiki akurasi anggaran yang disalurkan ke masing-masing sekolah dan juga untuk menjaga masing-masing daerah telah memenuhi syarat, sehingga saat mereka menerima anggaran dari pemerintah pusat, anggaran tersebut betul-betul digunakan untuk pelayanan masyarakat dan perbaikan pembangunan daerah,” tegas Menkeu.

Infografis : Tubagus P.
Infografis : Tubagus P.

Pendapatan negara semester I-2023 tumbuh kuat

Hingga 30 Juni 2023, Pendapatan Negara mencapai Rp1.407,9 triliun atau 57,2 persen dari target APBN. Menkeu menggarisbawahi bahwa penerimaan APBN pada semester ini jauh lebih cepat dalam mencapai targetnya dibanding belanja negara.

Penerimaan pajak mencapai Rp970,20 triliun atau 56,47 persen dari target. Angka tersebut juga menunjukkan pertumbuhan sebesar 9,9 persen dibanding tahun lalu. Angka pertumbuhan tersebut menunjukkan perlambatan pertumbuhan menjadi single digit. Disinyalir, penyebab pertumbuhan ini antara lain penurunan harga minyak bumi yang menyebabkan kontraksi PPh Migas, penurunan impor yang menyebabkan kontraksi PPh 22 impor dan PPN impor, dan tidak terulangnya kebijakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang menyebabkan kontraksi PPh Final.

Penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp135,43 triliun atau 44,67 persen dari target. Raihan tersebut turun 18,83 persen dari tahun sebelumnya. Penurunan tersebut ditengarai lantaran penurunan bea keluar dan cukai, sementara penerimaan bea masuk masih menunjukkan kinerja positif. Kinerja PNBP pada semester I-2023 ini meningkat dibanding periode sebelumnya yaitu sebesar Rp302,1 triliun atau 68,5 persen dari target. Capaian baik tersebut dipengaruhi peningkatan pendapatan sumber daya alam nonmigas hingga 120,8 persen dari target karena penyesuaian tarif iuran produksi/royalti batu bara.

Menkeu juga memaparkan kebijakan terbaru di bidang perpajakan, yakni terkait percepatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Kebijakan tersebut tertuang dalam PER-5/PJ/2023 tanggal 9 Mei 2023 tentang Percepatan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak. Aturan tersebut mengatur restitusi PPh Wajib Pajak Orang Pribadi dengan mekanisme baru yang lebih cepat.

“Wajib Pajak Orang Pribadi yang mengalami lebih bayar, sampai dengan Rp100 juta, kami akan melakukan langkah penyederhanaan dan percepatan restitusinya. Jika semula restitusi orang pribadi prosesnya memakan waktu satu tahun, maka untuk tahun ini dilakukan percepatan hanya menjadi 15 hari kerja. Dalam hal ini, kami memberikan layanan restitusi secara sederhana, mudah, dan cepat, serta prosesnya less intervention dan less face to face, ” terang Menkeu panjang lebar.

Ia juga menambahkan SPT PPh Orang Pribadi dengan Lebih Bayar sampai dengan Rp100 juta sebanyak 15.419 dengan total nilai Rp56,32 miliar. Dari jumlah tersebut, Kementerian Keuangan telah memberikan pengembalian pendahuluan dengan total nilai Rp7,3 miliar. Menkeu menyatakan akan melakukan sosialisasi agar Wajib Pajak memanfaatkan fasilitas ini secara optimal dan dapat mengurangi compliance cost dengan signifikan.

“Kita berharap ini akan menjadi bentuk kepedulian dari Direktorat Jenderal Pajak kepada para Wajib Pajak dengan membangun sistem restitusi yang lebih sederhana, less intervention, dan less face to face,” ungkap Menkeu.


Reni Saptati D.I.